Senin, 30 April 2012

KARANGAN ILMIAH

KARANGAN ILMIAH
Karangan ilmiah adalah karangan ilmu pengetahuan yang menyajikan fakta dan ditulis menurut metodologi penulisan yang baik dan benar. Yang termasuk karangan ilmiah adalah makalah, skripsi, tesis, disertasi, dan laporan penelitian.
Ketentuan umum yang harus diperhatikan dalam pembuatan karangan ilmiah:
1. Kertas yang digunakan untuk mengetik karangan adalah kertas HVS berukuran kuarto (21,5 x 28 cm). Untuk kulitnya, digunakan kertas yang agak tebal.
2. Pengetikan menggunakan huruf tegak dan jelas (misalnya, Times New Roman) dengan ukuran 12.
3. Menggunakan tinta berwarna hitam.
4. Batas-batas pengetikan:
a. pias atas 4 cm;
b. pias bawah 3 cm;
c. pias kiri 4 cm; dan
d. pias kanan 3 cm.
Sistematika Karya Ilmiah
BAGIAN PEMBUKA
1 . Kulit Luar/Kover
Yang harus dicantumkan pada kulit luar dan halaman judul
a. Judul karangan ilmiah lengkap dengan anak judul (jika ada)
b. Keperluan Penyusunan
c. Nama Penyusun
d. Nama Lembaga Pendidikan
e. Nama Kota
f. Tahun Penyusunan
karangan ilmiah adalah sebagai berikut:
2 . Halaman Judul
3 . Halaman Pengesahan,
Dalam halaman ini dicantumkan nama guru pembimbing, kepala sekolah, dan tanggal, bulan, tahun persetujuan.
4 . Kata Pengantar
Kata pengantar dibuat untuk memberikan gambaran umum kepada pembaca tentang penulisan karangan ilmiah. Kata pengantar hendaknya singkat tapi jelas. Yang dicantumkan dalam kata pengantar adalah (1) puji syukur kepada Tuhan, (2) keterangan dalam rangka apa karya dibuat, (3) kesulitan/ hambatan yang dihadapi, (4) ucapan terima kasih kepada pihak
yang membantu tersusunnya karangan ilmiah, (5) harapanpenulis, (6) tempat, tanggal, tahun, dan nama penyusun karangan ilmiah.
5. Daftar Tabel
Tajuk Daftar Tabel dituliskan dengan huruf kapital semua dan terletak di tengah.
6. Daftar Grafik, Bagan, atau Skema
Pada dasarnya penulisannya hampir sama seperti penulisan Daftar Tabel.
7. Daftar Singkatan/Lambang
Penulisan sama dengan penulisan Daftar Tabel, Grafik, Bagan, atau Skema.

BAGIAN INTI KARANGAN
1. Bab Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Bagian ini memuat alasan penulis mengambil judul itu dan manfaat praktis yang dapat diambil dari karangan ilmiah tersebut. Alasan-alasan ini dituangkan dalam paragraf-paragraf yang dimulai dari hal yang bersifat umum sampai yang bersifat khusus.
1.2 Rumusan masalah
Permasalahan yang timbul akan dibahas dalam bagian pembahasan dan ini ada kaitannya dengan latar belakang masalah yang sudah dibahas sebelumnya. Permasalahan ini dirumuskan dalam kalimat-kalimat pertanyaan.
1.3 Tujuan
Bagian ini mencantumkan garis besar tujuan pembahasan dengan jelas dan tujuan ini ada kaitannya dengan rumusan masalah dan relevansinya dengan judul. Tujuan boleh lebih dari satu.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup ini menjelaskan pembatasan masalah yang dibahas. Pembatasan masalah hendaknya terinci dan istilah istilah yang berhubungan dirumuskan secara tepat. Rumusan ruang lingkup harus sesuai dengan tujuan pembahasan.
1.5 Landasan Teori
Landasan teori berisi prinsip-prinsip teori yang mempengaruhi dalam pembahasan. Teori ini juga berguna untuk membantu gambaran langkah kerja sehingga membantu penulis dalam membahas masalah yang sedang diteliti.
1.6 Hipotesis
Hipotesis merupakan kesimpulan/perkiraan yang dirumuskan dan untuk sementara diterima, serta masih harus dibuktikan kebenarannya dengan data-data otentik yang ada, pada bab-bab be rikutnya. Hipotesis harus dirumuskan secara jelas dan sederhana, serta cukup mencakup masalah yang dibahas.
1.7 Sumber data
Sumber data yang digunakan penulis karangan ilmiah biasanya adalah kepustakaan, tempat kejadian peristiwa (hasil observasi), interview, seminar, diskusi, dan sebagainya.
1.8 Metode dan teknik
a. Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah cara mencari data bagi suatu penulisan, ada yang secara deduktif dan atau induktif. Mencari data dapat dilakukan dengan cara studi pustaka, penelitian lapangan, wawancara, seminar, diskusi, dan lain sebagainya.
b. Teknik Penelitian
Teknik penelitian yang dapat digunakan ialah teknik wawancara, angket, daftar kuesioner, dan observasi. Semua ini disesuaikan dengan masalah yang dibahas.
1.9 Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan adalah suatu tulisan mengenai isi pokok secara garis besar dari bab I sampai bab terakhir atau kesimpulan dari suatu karangan ilmiah. Berdasarkan landasan teori
2. Bab Analisis/Bab Pembahasan
Bab ini merupakan bagian pokok dari sebuah karangan ilmiah,yaitu masalah-masalah akan dibahas secara terperinci dan sistematis. Jika bab pembahasan cukup besar, penulisan dapat dijadikan dalam beberapa anak bab.
3. Bab Kesimpulan dan Saran
Bab ini berisi kesimpulan yang telah diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan adalah gambaran umum seluruh analisis dan relevansinya dengan hipotesis yang sudah dikemukakan.Yang dimaksudkan dengan saran adalah saran penulis tentang metode penelitian lanjutan, penerapan hasil penelitian, atau beberapa saran yang ada relevansinya dengan hambatan yang dialami selama penelitian.

BAGIAN PENUTUP
1. Daftar Pustaka
Tajuk daftar pustaka dituliskan dengan huruf kapital semua tanpa diberi tanda baca dan dituliskan di tengah-tengah. Dalam daftar pustaka dicantumkan semua kepustakaan, baik yang dijadikan acuan penyusunan karangan maupun yang dijadikan bahan bacaan, termasuk artikel, makalah, skripsi, disertasi, buku, dan lain-lain.
Semua acuan dalam daftar pustaka disusun menurut abjad nama pengarang atau lembaga yang menerbitkan. Jadi, daftar pustaka tidak diberi nomor urut. Jika tanpa nama pengarang atau lembaga, yang menjadi dasar urutan adalah judul pustaka.
2. Penulisan Lampiran (jika diperlukan)
3. Penulisan Indeks (jika diper lukan)

kutipan,daftar pustaka dan catatan kaki




Penulisan kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki berkaitan erat dengan proses pengambilan data untuk kepentingan penulisan karya ilmiah.
Sebelum membahas lebih lanjut mengenai kutipan, daftar pustaka, dan catatan kaki, kita akan melihat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan data.
1. Harus mencantumkan sumber aslinya. Hal ini penting karena pengambilan data tanpa mencantumkan sumber aslinya dapat dikategorikan sebagai penjiplakan atau plagiat.
2. Data yang diambil harus sesuai dengan fakta, tidak boleh diubah ataupun direkayasa.
3. Pengambilan data hendaknya diperoleh dari sumber yang dapat dipercaya, baik dari objektivitas, metode pengumpulan, (jika data diperoleh dari pengamatan, pengujian, atau angket) maupun kewenangan pihak pemberi data.

A. Kutipan
Mengutip pendapat atau tulisan seseorang ada ket entuannya dan hal ini sudah dibahas di kelas X. Hal yang perlu diingat adalahsebagai berikut.
a. Kutipan harus sama persis dengan aslinya, baik ejaan, susunan kalimat, dan tanda baca.
b. Kutipan yang panjangnya kurang dari 5 baris diintegrasikan dengan teks, spasi dua, dan dibubuhi tanda kutip.
c. Kutipan yang panjangnya 5 baris atau lebih tidak harus diberi tanda kutip, dipisahkan dari teks utama dengan jarak 2,5 spasi, jarak antarbaris satu spasi, serta seluruh kutipan diketik ke dalam 5—7 ketikan.
d. Bila ada bagian yang dihapus, bagian ini diberi tanda titik-titik tiga buah.
e. Tiap kutipan diberi nomor pada akhir kutipan dan penulisannya setengah spasi ke atas.


B. Daftar Pustaka
Daftar pustaka atau bibliografi adalah sebuah daftar yang berisi judul buku-buku, artikel, dan bahan-bahan penerbitan lain yang mempunyai pertalian dengan karangan yang telah disusun.
Daftar pustaka berfungsi sebagai sumber informasi bagi seseorang peneliti/penulis agar hasil tulisannya dapat dipertanggungjawabkan.
Petunjuk umum penulisan daftar pustaka adalah sebagai berikut.
1. Daftar pustaka diletakkan pada bagian akhir tulisan.
2. Daftar pustaka tidak diberi nomor urut.
3. Nama penulis diurutkan menurut abjad setelah nama pengarang dibalik.
4. Tiap sumber bacaan diketik dengan jarak satu spasi.
5. Jarak antarsumber bacaan yang satu dengan yang lainnya dua spasi.

Hal-hal lain yang perlu kita perhatikan dalam penyusunan daftar pustaka adalah sebagai berikut.
1. Nama Pengarang
a. Penulisan nama pengarang dari buku dengan seorang pengarang.
1) Nama keluarga ditulis sebelum nama kecil atau inisial. (Untuk memudahkan penyusunan secara alfabetis.)
2) Jika buku disusun oleh sebuah komisi/lembaga, nama pengarang.
3) Jika tidak ada nama pengarang, urutan dimulai dari judul buku. Keraf, Gorys. 1988. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.
b. Penulisan nama pengarang dari buku dengan dua atau tiga pengarang.
1) Nama pengarang kedua dan ketiga tidak dibalik. Ketentuan lain sama dengan bagian a.
2) Urutan nama pengarang harus sesuai dengan yang tercantum dalam halaman judul buku dan tidak boleh ada perubahan urutan.
Contoh:
Kridalaksana, Harimurti dan Djoko Kentjono,ed. 1991.Seminar Bahasa Indonesia 1968. Ende-Flores: Nusa Indah.
c. Penulisan nama pengarang dari buku dengan banyak pengarang.
1) Hanya nama pertama yang dicantumkan dengan susunan terbalik.
2) Nama-nama pengarang yang lainnya dituliskan dengan singkatan dkk.
Contoh:
Karso, dkk. 1994. Sejarah Nasional dan Sejarah Umum.
Bandung: Angkasa.
2. Tahun Terbit
Tahun terbit ditulis sesudah nama pengarang dipisahkan dengan tanda titik.
3. Judul Buku
Judul buku digarisbawahi atau dicetak miring. Setiap huruf awal kata dalam judul diketik dengan huruf kapital, kecuali kata depan dan konjungsi.
4. Tempat Terbit
Tempat terbit ditulis sesudah judul buku, dipisahkan dengan tanda titik.
5. Penerbit
Nama penerbit ditulis sesudah tempat terbit dipisahkan dengan tanda titik dua (:) dan diakhiri dengan titik.
6. Penulisan daftar pustaka dari buku yang terdiri atas dua jilid atau lebih
a. Angka jilid ditempatkan sesudah judul dipisahkan dengan sebuah tanda titik.
b. Tulisan jilid disingkat Jil. atau Jld..
Contoh:
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia. Jil. 2 . Yogyakarta: Kanisius.
7. Penulisan data pustaka dari sebuah buku terjemahan
a. Nama pengarang asli diurutkan dalam daftar urutan alfabetis.
b. Keterangan penerjemah ditempatkan sesudah judul buku dipisahkan dengan tanda koma.
Contoh:
Multatuli. 1972. Max Havelar, atau Lelang Kopi Persekutuan
Dagang Belanda, terj. H.B. Jassin. Jakarta: Jambatan.
8. Data Pustaka dari artikel majalah
a. Judul artikel dan judul majalah diapit oleh tanda petik.
b. Tidak ada tempat publikasi dan penerbit, tapi dicantumkan nomor, tanggal, dan halaman
Contoh:
Solihin, Burhan, dkk. Selamat Datang di Surga Nirkabel.Tempo. Edisi 4-10 April 2005, hal 90-91.
9. Artikel dari Harian
Tanda titik dipakai sesudah nama pengarang/penulis, selanjutnya menggunakan tanda koma sebagai pemisah.
Contoh :
Pramudianto. Denderita dan Pemulihan Nias.Kompas, 2 April 2005, hal 46.

C. Catatan Kaki
Catatan kaki adalah keterangan-keterangan atas teks karangan yang ditempatkan pada kaki halaman karangan yang bersangkutan. Semua kutipan, baik langsung maupun tidak langsung dapat dijelaskan sumbernya dalam sebuah catatan kaki.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat catatan kaki.
1. Hubungan catatan kaki dan teks ditandai dengan nomor penunjukan yang ditempatkan agak ke atas setengah spasi dari teks.
2. Pemberian nomor urut yang berlaku untuk tiap bab atau untuk judul buku dipergunakan tanda seluruh karangan. koma.
3. Teknik pembuatan catatan kaki adalah sebagai berikut.
a. Sediakan tempat secukupnya pada kaki halaman tersebut.
b. Sesudah baris terakhir dari teks dalam jarak 3 spasi harus dibuat sebuah garis, mulai dari kiri sepanjang 15 ketikan.
c. Dalam jarak 2 spasi dan garis dalam jarak 5-7 ketikan dari margin kiri diketik nomor penunjukan.
d. Langsung sesudah nomor, setengah ke bawah mulai diketik baris pertama dari catatan kaki.
e. Jarak antarbaris dalam catatan kaki adalah spasi rapat, sedangkan jarak antarcatatan kaki pada halaman yang sama adalah dua spasi.

Unsur-unsur yang ada dalam catatan kaki dan penulisannya adalah sebagai berikut.
1. Pengarang
a. Nama pengarang dicantumkan sesuai urutan biasa, pada penunjukan yang kedua dan selanjutnya cukup dipergunakan nama singkat.
b. Bila terdiri dari dua atau tiga pengarang, semuanya dicantumkan, sedangkan lebih dari 3 orang cukup nama pertama
c. yang dicantumkan. Nama yang lain digantikan dengan singkatan dkk.
d. Penunjukan kepada sebuah kumpulan sama dengan no (a) dan (b) ditambah singkatan ed. (editor) di belakang nama penyunting dan dipisahkan dengan tanda koma.
e. Jika tidak ada pengarang/editor, langsung dimulai dengan judul.

2. Judul
a. Semua judul mengikuti peraturan yang sama dengan daftar pustaka.
b. Sesudah catatan kaki pertama, penyebutan sumber yang sama digantikan dengan Ibid., Op.cit., Loc.cit..
c. Sesudah penunjukan pertama sebuah artikel dalam majalah atau harian, maka selanjutnya cukup dipergunakan judul majalah atau harian tanpa judul artikel.

3. Data Publikasi
a. Tempat dan tahun penerbitan dicantumkan pada referensi pertama dan ditempatkan dalam tanda kurung dan dipisahkan dengan tanda koma, misalnya (Jakarta, 2005).
b. Majalah harus dicantumkan nomor jilid dan nomor halaman, tanggal, bulan dan tahun. Semua keterangan dapat ditempatkan dalam kurung.
c. Data publikasi sebuah harian terdiri dari hari, tanggal, bulan, tahun, dan nomor halaman. Penanggalan tidak ditempatkan dalam kurung.

cara membuat catatan kaki
1. Nama pengarang ditulis lengkap, tidak dibalik.
2. Antara nama pengarang dan
3. Tempat dan tahun terbit ditempatkan dalam tanda kurung.
4. Keterangan tentang jilid ditempatkan dalam kurung sebelum tempat terbit atau di luar kurung sebelum nomor halaman, dan ditulis dengan angka Romawi.
1. 1 ) Go r y s Ker a f, K om pos i s i (En de Fl o re s, 1 980 ), h al . 20 3.
2. 2 ) Pr am udia n to , _ Pen de rit aa n da n Pe mu l i ha n N i as_ , K om p as , 2 A p ri l ,200 5, ha l. 46.
3. 3 ) Bur ha n S ol ihin, d kk . _ S ela ma t D atan g d i Su r ga N i rk abe l_ . Te m p o , (Ap r il,2 005 ), h a l. 90 -91.

resensi buku



Istilah resensi berasal dari bahasa Belanda, resentie, yang berarti kupasan atau pembahasan. Jadi, resensi adalah kupasan atau pembahasan tentang buku, film, atau drama yang biasanya disiarkan melalui media massa, seperti surat kabar atau majalah.
Pada Kamus Sinonim Bahasa Indonesia disebutkan bahwa resensi adalah pertimbangan, pembicaraan, atau ulasan buku. Akhir-akhir ini, resensi buku lebih dikenal dengan istilah timbangan buku.
Tujuan resensi adalah memberi informasi kepada masyarakat akan kehadiran suatu buku, apakah ada hal yang baru dan penting atau hanya sekadar mengubah buku yang sudah ada. Kelebihan dan kekurangan buku adalah objek resensi, tetapi pengungkapannya haruslah merupakan penilaian objektif dan bukan menurut selera pribadi si pembuat resensi. Umumnya, di akhir ringkasan terdapat nilai-nilai yang dapat diambil hikmahnya.
Pembuat resensi disebut resensator. Sebelum membuat resensi, resensator harus membaca buku itu terlebih dahulu. Sebaiknya, resensator memiliki pengetahuan yang memadai, terutama yang berhubungan dengan isi buku yang akan diresensi. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi dalam penyusunan sebuah resensi.
1. 1 . Ada data buku, meliputi nama pengarang, penerbit, tahun terbit, dan tebal buku.
2. Pendahuluannya berisi perbandingan dengan karya sebelumnya, biografi pengarang, atau hal yang berhubungan dengan tema atau isi.
3. Ada ulasan singkat terhadap buku tersebut.
4. Harus bermanfaat dan kepada siapa manfaat itu ditujukan
Umumnya resensi terdiri dari
1. Judul
Judul resensi harus menarik dan selaras dengan keseluruhan isi resensi
2. Identitas buku
meliputi judul buku(judul asli dan Modern.terjemahan),penulis, penerbit, tahun terbit, tebal buku.
3. Isi
Meliputi
- ulasan singkat isi
- keunggulan buku,
- kelemahan buku,
- rumusan kerangka
4. Penutup
Penutup resensi biasanya berisi buku itu penting untuk siapa dan mengapa. Selain itu dapat juga berisi kelemahan buku.
Kiat Praktis Menulis Resensi Buku
Apakah resensi itu?

Resensi adalah tulisan yang menjelaskan kelebihan dan kekurangan sebuah karya baik yang berupa buku maupun yang berupa karya seni. Tulisan ini biasanya dimuat di media cetak seperti koran, majalah, atau tabloid. Dilihat dari segi isinya terdapat berbagai macam resensi, antara lain resensi buku, resensi novel, resensi buku kumpulan cerpen, resensi film, resensi, patung, dan sebagainya.
Uraian berikut ini lebih difokuskan pada resensi buku.
Siapakah penulis resensi?
Penulis resensi adalah orang yang memiliki pengetahuan tentang bidang yang diresensi dan memiliki kemampuan untuk menganalisis sebuah karya secara kritis sehingga dapat menjelaskan kelemahan dan kelebihan dari karya yang diresensi.
Apakah tujuan ditulisnya sebuah resensi?
Resensi dimaksudkan untuk memberikan gambaran kepada pembaca tentang sebuah karya sehingga pembaca mengetahui apakah karya yang diresensi itu merupakan karya yang bermutu atau tidak. Resensi akan sangat bermanfaat apabila karya yang diresensi relatif masih baru. Semakin baru karya yang diresensi, semakin baik. Hal itu dimaksudkan agar pembaca segera mengetahui apakah karya itu layak untuk dinikmati atau tidak..
Apa saja unsur-unsur dalam resensi?
Sekurang-kurangnya dalam resensi terdapat hal-hal berikut ini:
• Judul resensi
• Identitas karya (buku) yang diresensi
• Uraian tentang jenis karya yang diresensi
• Uraian tentang kelebihan dan kekurangan karya yang diresensi
• Kesimpulan yang berisi penegasan kembali mengenai layak tidaknya karya tersebut untuk dinikmati oleh pembaca.
Bagaimana langkah-langkah menulis resensi buku (novel)?
Langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam menulis resensi buku (novel) adalah:
1. Tahap Persiapan meliputi:
(a) Membaca contoh-contoh resensi; dan
(b) Menentukan buku yang akan diresensi.
2. Tahap Pengumpulan Data meliputi:
(a) Membaca buku yang akan diresensi;
(b) Menandai bagian-bagian yang akan dijadikan kutipan sebagai data meliputi hal-hal yang menarik dan tidak menarik dari buku (novel) yang diresensi;
(c) Mencatat data-data penulisan resensi yang telah diperoleh melalui membaca buku yang diresensi..
3. Tahap Penulisan meliputi:
(a) Menuliskan identis buku;
(b) Mengemukakan isi buku (sinopsis novel dan unsur-unsur intrinsik lainnya );
(c) Mengemukakan kelebihan dan kekurangan buku (novel) baik dari segi isi maupun bahasa;
(d) Merevisi resensi dengan memperhatikan susunan kalimatnya, kepaduan paragrafnya, diksinya, ejaan dan tanda bacanya.
(e) Membuat judul resensi.

Catatan:
Judul resensi harus singkat, menarik, dan menggambarkan isi resensi.
Bagaimana cara menemukan kelebihan dan kekurangan buku yang diresensi?
Cara menemukan kekurangan dan kelebihan buku yang diresensi adalah:
• membandingkan buku yang diresensi dengan buku lain yang sejenis baik oleh pengarang yang sama maupun oleh pengarang lain yang meliputi segi isi atau pun bahasanya (untuk novel meliputi semua unsur intrinsiknya);
• mencari hal-hal yang menarik atau disukai dan hal-hal yang tidak disukai dari buku tersebut dan mencari alasan mengapa demikian.

Berikut ini adalah contoh resensi buku nonfiksi.
Kisah-Membaca Seorang "Yogi Buku"


Judul buku : Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu
Penulis : P. Swantoro
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : I
Tahun terbit : 2002
Jumlah halaman : xxv + 435 halaman

Bagi Polycarpus Swantoro yang ahli sejarah dan jurnalis senior, membaca buku seolah-olah seperti berolah yoga. Sebagaimana seorang empu keris yang bekerja dalam waktu yang lama untuk membuat keris yang ringan dari bahan yang bobotnya puluhan kilogram, seperti itu pulalah yang dilakukan oleh P. Swantoro. Bedanya, P. Swantoro tidak melakukan pekerjaan menempa besi, tetapi membaca buku. Tentu saja ada ribuan judul buku yang sudah dibaca Pak Swan. Namun, dalam bukunya yang berjudul Dari Buku ke Buku, Sambung Menyambung Menjadi Satu ini "hanya" 200 judul buku yang ia "kisahkan".
Dengan cara yang menawan, ia mengisahkan bagaikan seorang kakek yang baru pulang dari berkelana di negeri yang jauh, kemudian menceritakan peng-alamannya kepada anak cucunya.
Sebagai seorang pengelana di dunia buku, tidaklah mengherankan jika buku-buku yang ia kisahkan merupakan buku-buku babon yang tua dan cukup langka,. Misalnya, The History of Java karya Thomas S. Raffles yang terbit tahun 1817, Inleiding tot de Hindoe-Javaanche Kunst karya N.J Krom yang terbit tahun 1919, atau De Ijombok Kxpedie karya W Cool yang terbit tahun 1896. Memang, di sana-sini, untuk keperluan pendukung data, Pak Swan juga menggunakan cukup banyak sumber sekunder. Sebenarnya, hal ini agak mengganggu. Ketika membahas topik PKI, misalnya, Pak Swan, sebenarnya, perlu menggunakan sumber yang lebih memadai.
Tema yang diangkat pun beraneka ragam, mulai dari cerita tentang lambang-lambang kota di Indonesia, cerita tentang penulis pertama buku komunis di Indonesia, cerita Pak Poerwa, cerita tentang meletusnya Gunung Merapi, cerita tentang para orientalis dan sarjana Indonesia, romantika para pendiri bangsa, serta ditutup dengan khayalan Pak Swan agar para pemimpin dan intelektual masa kini dapat beryogi. Bagi para pembaca "pemula", tema yang tumpang-tindih tanpa sistematika yang jelas ini cukup merepotkan.
Dalam membicarakan suatu bab, Pak Swan sering meloncat-loncat kian kemari. Kata demi kata mengalir tanpa jelas muaranya. Misalnya, ketika membicarakan Teeuw, Yogi Sastra, Yogi Keris, Yogi Ilmu, pembaca benar-benar dituntut cermat untuk menginterpretasikan benang merah ide tulisan-tulisan ini. Namun, jika kita bersabar untuk menikmati buku ini sampai habis, tentu kita dapat menemukan keseluruhan ide Pak Swan dan kebingungan yang muncul di bab demi bab akan terjawab.
Buku Pak Swan ini mengingatkan kita pada tiga jilid buku Nusa Jawa Silang Budaya karya Denys Lombard. Tulisan Lombard juga mengabaikan kronologi waktu, yang merupakan syarat untuk menulis sejarah konvensional. Namun, kecurigaan bahwa buku Pak Swan menggunakan pola yang sama dengan buku Denys Lombard tidak terbukti mengingat dalam menulis buku ini Pak Swan lebih mengandalkan memorinya, seperti pengakuan Pak Swan sendiri dalam pengantar. Karena mengandalkan memori, tentu saja tulisan yang dihasilkannya menggunakan pola penceritaan lisan.
Buku ini lebih merupakan buku sejarah walaupun temanya beraneka ragam. Pembaca yang baru akan masuk ke wacana sejarah Indonesia, akan sangat terbantu dengan membaca buku ini terlebih dahulu. Demikian pula para mahasiswa jurusan sejarah.
Buku ini sebenarnya akan lebih sempurna jika penulisnya, di samping membicarakan cara pandang para orientalis Barat, juga memberikan contoh buku-buku yang memuat cara pandang Timur. Sekadar contoh, dijelaskan tentang sebutan "Timur Tengah" untuk wilayah negara di jazirah Arab. Mengapa orang Indonesia tidak menyebutnya sebagai "Barat Dekat", misalnya? Bukankah sebutan "Timur Tengah" adalah sebutan orang Barat yang melihat jazirah Arab dari sudut pandang wilayahnya? Pandangan seperti ini sangat diperlukan bagi para mahasiswa sejarah di Indonesia yang tampaknya semakin kesulitan membaca buku-buku sumber utama.
Untuk keperluan studi para mahasiswa sejarah, akan sangat menggembirakan jika Pak Swan menceritakan juga buku Orientalism karya Edward W. Said yang terbit tahun 1979. Selain itu, sebaiknya, buku yang berisi sikap kita terhadap tradisi Barat yang berjudul Oksidentalisme karya Hassan Hanafi yang diterbitkan Paramadina, Jakarta, tahun 2000 juga dibicarakan.
Hal lain yang belum dibahas secara lengkap oleh Pak Swan sebagai seorang ahli sejarah dan pemerhati kebudayaan Jawa adalah tentang historiografi Jawa. Prof. C.C. Berg, memang, sempat dimunculkan dalam bagian Babad: Kitab Dongeng? Namun, sayang sekali, karya C.C. Berg yang berjudul Oavaanche Geschiedschrijving, yang terbit di Amsterdam tahun 1938, tidak dimunculkan sehingga gambaran mengenai penulisan sejarah di Pulau Jawa menjadi agak terabaikan.
Terlepas dari berbagai ketidaksempurnaan-nya, harus diakui bahwa buku pertama seorang "yogi buku" ini merupakan karya yang memikat. Bahkan cara dan gaya pengungkapannya, dalam kadar tertentu, telah memberikan sentuhan sastra yang cukup enak dinikmati. Kita menantikan karya berikutnya.

Sumber: Majalah Matabaca, Agustus 2002 (dengan perubahan)


Berikut ini adalah contoh resensi buku kumpulan cerpen.
Monyet Ayu Menggiring Surealisme
Judul : Mereka Bilang, Saya Monyet!
Pengarang : Djenar Maesa Ayu
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2004
Cetakan : Keenam. Mei 2004
Tebal buku : xii, 137 halaman


“Sepanjang hidup, saya melihat manusia berkaki empat. Berbulu serigala, landak, atau harimau. Dan berkepala ular, banteng, atau keledai.
Namun, tetap saja mereka bukan binatang. Cara mereka menyantap hidangan di depan meja makan sangat benar. Cara mereka berbicara selalu menggunakan bahasa dan sikap yang sopan. Dan mereka membaca buku–buku bermutu. Mereka menulis catatan-catatan penting. Mereka bergaun indah dan berdasi. Bahkan, konon mereka mempunyai hati.” (halaman 1)
“Saya memperhatikan bayangan diri saya dalam cermin dengan cermat. Saya berkaki dua, berkepala manusia, tapi menurut mereka, saya adalah seekor binatang. Kata mereka, saya adalah monyet. Waktu mereka mengatakan itu pada saya, saya sangat gembira. Saya katakan, jika seekor monyet maka saya satu-satunya binatang yang paling mendekati manusia. Berarti derajat saya berada di atas mereka. Tapi mereka bersikeras bahwa mereka manusia bukan binatang, karena mereka punya akal dan perasaan. Dan saya hanyalah seekor binatang. Hanya seekor monyet!”
Reaktif, provokatif, bahkan subversif. Itulah kesan pertama saya membaca kalimat-kalimat dalam salah satu cerpen Djenar Maesa Ayu berjudul “Mereka Bilang, Saya Monyet!”. Penggalan cerpen yang juga dimuat di sampul belakang antologi ini menyuguhkan panorama baru, pengutaraan prosa yang berkecenderungan punya “tegangan tinggi”.
Reaktif karena kebanyakan cerpen dalam buku yang memuat sebelas cerpen ini merupakan tegangan-tegangan bahasa yang menuju pada simpul-simpul reaksi atas berbagai “kesakitan” yang dialami (diminati) para tokoh. Reaksi ini bisa dialami pengarang sebagai “pengalaman imajinatif”. Dialamijuga mengandung pengertian mengetahui dan dapat dirasakan. Provokasi juga menjadi ujara morfologi pada cerpan – cerpen Djenar. Secara sublim, ia sebenarnya memprovokasi dirinya lewat tokoh –tokoh untuk menggugat berbagai “ketidakbahagiaan hidup”. Saya tidak melihatnya sebagai laku feminisitas. Djenar lebih sebagai moralis yang kadang puas dengan menelanjngi dirinya. Ucapan “Mereka Bilang, Saya Monyet!” adalah provokasi bagi sang aku untuk menyadari “kadar kemanusiaannya”. Sementara subversif dicapai dengan penceritaan yang disampaikan secara tidak lazim, termasuk penggunaan bahasa.
Cerpenis kelahiran 14 januari 1973 yang sudah dikaruniai dua putri ini termasuk cerpenis yang sudah membuktikan bakat dan kerja keras sebagai gabungan sukses setelah unsur “sudah kehendak takdir”. Ia terbilang baru, tetapi punya karya yang mencengangkan. Saya tidak tahu sejauh mana hubungan semiotik Djenar Maesa Ayu dengan tiga sastrawan yang juga dianggap sebagai guru, yakni Sutardji Calzoum Bachri, Budi Darma, Seno Gumira Ajidarma. Djenar mempersembahkannya untuk tiga sastrawan besar yang juga dikenal sebagai cerpenis itu. Namun, ini juga merefleksikan benang merah prosa absurd hingga surealis yang menjadi dasar kesastraan Djenar.
Kita kenal Sutadji punya sekumpulan cerpen, Hujan Menulis Ayam (Indonesia Tera),yang jeli menggambarkan absurditas kehidupan.Kita menggali pribadi absurd pada tokoh-tokoh karya Budi Darma,yang bahkan menjadi surealis, yang kemudian dikembangkan secara jenius oleh Seno Gumira Ajidarma. Di titik Djenar seperti menemukan jalan penempuhan yang seirama dengan mereka. Bahwa pengutaraan lain,itu tentu soal cap kebahasaan dan kesastraan.
Dengan cara itu disimak bahwa Djenar melebih-lebihkan objek atau peristiwa,seperti pada cerpen “Lintah”. Sang pencerita menceritakan kebenciannya pada pacar ibunya yang ia lihat sebagai lintah, bahkan kadang bisa membelah diri dan menjadi ular. Hiperbola itu juga digunakan pada “Mereka Bilang, Saya Monyet!” yang melihat laki-laki jahat sebagai “berkepala buaya berkaki kalajengking”, juga pada cerpen “Wong Asu” yang mempresentasikan relasi manusia dengan anjing.
Dalam benak seorang surealis, kenyataan memang bisa selentur apa pun.Imajinasi memberi peluang untuk merebut realitas dijadikan tahap realitas imajinatif yang hampir tiada batas. Realitas temuan hanya menjadi sumbu peledak bagi realitas yang diungkapkan secara simbolis. Pencapaian sastra didapat dari unsur daya kejut, refleksi, gaya ungkap, hingga sublimasi.Makna dari tema dan pencapaian ikon/tanda yang secara semiotik diakui kefasihannya, Djenar telah cukup memenuhi syarat itu.
Karyanya yang lain seperti”Durian” berkisah tentang dosa dan ketakutan berlebih punya anak menderita kusta.”Melukis Jendela” berkisah tentang anak tidak bahagia yang melakukan eskapisme (pelarian diri) dengan melukis dan “Asmoro” tentang pengarang yang jatuh cinta pada tokoh fiksi ciptaannya. Kisah ini diungkapkan Djenar dengan cukup cerdas. Dalam penggunaan bahasa, ia terlihat fasih dengan ucapan yang lugas dan tegas. Bahasanya padat dan kuat sehingga mampu menohok setiap ihwal yang dijadikan objek tematik. Cerpen “Waktu Nyala”, misalnya, merupakan cerpen yang mengalirkan kekuatan berbahasa yang dikuasai Djenar dalam berkisah untuk menyihir pembaca. Uraiannya seperti.”Entah kapan persisnya Nayla tidak bersahabat dengan waktu.Waktu bagaikan seorang pembunuh yang selalu membuntuti dan mengintai dalam kegelapan. Siap menghunuskan pisau ke dadanya yang berdebar. Debaran yang pernah ia lupakan rasanya. Debaran yang satu tahun lalu menyapanya dan mengulurkan persahabatan abadi, hampir abadi, sampai ketika sang pembunuh tiba-tiba muncul dengan sebilah belati,” menunjukkan kelancaran berbahasa dengan efektivitas diksi yang terjaga.
Ihwal peristiwa bahasa itu, ia juga menggunakan dalam cerpen “SMS”.Bahasa yang dipakai layaknya kiriman pesan lewat SMS di handphone. Di situ kata-kata minimal dan nomor-nomor atau angka digunakan sebagai kesatuan morfologis dalam cerita. Meskipun cerpen ini kurang berhasil, ia menjadi kaya alternatif yang menggunakan medium bahasa teknologi dalam pemaparan sebuah cerpen.”SMS” memang bertema biasa dan juga kurang berhasil sebagaimana karya “Menepis Harapan”, ”Namanya …”serta “Manusia dan Dia”, yang lebih terasa sebagai cerpen dengan tuturan bahasa kuat,mengalir, namun kehilangan roh tematik atau dalam beberapa hal alur dan endingnya mudah diduga. Mungkin ini berkaitan dengan jam terbang Djenar Maesa Ayu yang baru. Sebagai pendatang baru dalam dunia prosa Indonesia, Djenar sudah menjadi young divas setelah Ayu Utami dan Dinar Rahayu. Ia juga seorang surealis andal setelah Joni Ariadinata dan Agus Noor.(Eriyadi Budiman)

Berikut ini adalah contoh resensi novel.

Resensi Boulevard de Clichy - Agonia Cinta Monyet

Judul : Boulevard de Clichy-Agonia Cinta Monyet
Penulis : Remy Sylado
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tanggal terbit : Maret – 2007
Jumlah halaman : 400 halaman
Kategori : Novel


Campur tangan ibu Budiman dengan bantuan opo-opo (guna-guna) membuat budiman lupa akan perbuatannya terhadap Nunuk, bahkan melupakan Nunuk, gadis yang dicintainya. Sebagai anak orang kaya, Budiman melanjutkan sekolah di Perancis, tetap dengan gaya anak pejabat yang lebih suka menghabis-habiskan uang daripada menggali ilmu pengetahuan yang bisa diperolehnya di sana.
Sementara Nunuk yang punya keluarga di Belanda diceritakan memutuskan untuk membawa anaknya yang baru lahir dan tinggal bersama keluarga ibunya di Belanda, melanjutkan sekolah di sana. Pertemuannya dengan seorang pencari bakat turunan Turki membawanya berkelana mencari pengalaman baru di Paris, Perancis. Kisah yang juga sama dengan pencari TKW yang mengajak perempuan desa ke kota, ataupun ke luar negeri dengan janji pekerjaan demi kehidupan yang lebih baik.
Jalan cerita selanjutnya tidak terlalu sulit untuk ditebak. Kepintaran Nunuk membawanya menjadi bintang di Boulevard de Clichy dengan julukan Météore de Java. Tutur cerita yang secara detil menggambarkan situasi Boulevard de Clichy, maupun gambaran detil perilaku pelakon cerita serta perasaan-perasaan mereka, menjadi daya tarik utama dari novel-novel karangan Remy Sylado.
Sayangnya, akhir cerita yang terkesan terburu-buru dan terlalu dipaksakan membuat kekuatan cerita menjadi berkurang. Cerita Budiman dan Nunuk yang kembali lagi ke tanah air dan bertemu kembali setelah terpisah selama 5 tahun ternyata tidak dikisahkan sedetil dan seindah novel di bagian awal. Akhir cerita lebih berwarna "fairy tale", seperti kisah putri upik abu yang disunting pangeran kaya-raya.
Memang ini bukan kisah seribu satu malam, atau HC Andersen yang selalu mengatakan bahwa kejujuran dan kebaikan akan selalu menang dan juga bahwa kemenangan dan kemuliaan bersumber dari usaha kerja keras dan penuh pengorbanan. Oleh karena itu, sah-sah saja kalau jalan ceritanya menjadi demikian.
Membaca bagian akhir buku ini tidak lebih dari sekadar ingin menuntaskan suatu pekerjaan yang sudah terlanjur dimulai, disertai harapan mudah-mudahan novel Remy Sylado berikutnya dapat lebih hidup dan mengasyikkan sampai dengan akhir
cerita.

0 komentar:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:

Posting Komentar